Tuesday, December 16, 2025
HomeFilmReview Film Dopamin (2025): Potret Krisis Finansial Gen Z

Review Film Dopamin (2025): Potret Krisis Finansial Gen Z

Krisis finansial, dilema moral, dan chemistry yang diuji. Inilah ulasan lengkap film terbaru Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon.

Baru saja tayang di bioskop mulai 13 November 2025, film Indonesia terbaru “Dopamin” langsung menjadi perbincangan hangat. Film yang disutradarai Teddy Soeriaatmadja ini memasang duet maut Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon sebagai pemeran utama.

Namun, “Dopamin” bukan sekadar film yang menjual chemistry pasangan di dunia nyata. Di balik premis romantic-thriller yang menegangkan, film ini adalah cermin retak yang brutal dan sangat relatable bagi kegelisahan finansial Generasi Z saat ini.

Lantas, apakah film ini layak ditonton? Simak review lengkap film “Dopamin” (2025).

Sinopsis Film Dopamin

Sebelum masuk ke ulasan, mari segarkan ingatan dengan sinopsis film “Dopamin”. Cerita berpusat pada pasangan suami-istri muda, Malik (Angga Yunanda) dan Alya (Shenina Cinnamon).

Kehidupan mereka yang awalnya bahagia hancur seketika saat Malik tiba-tiba di-PHK. Terlilit utang dan tekanan ekonomi, mereka berada di titik terendah. Segalanya berubah ketika seorang pria asing yang mereka tolong mendadak tewas di rumah mereka, meninggalkan sebuah koper berisi uang miliaran rupiah.

Mereka kini dihadapkan pada dilema moral terbesar: melaporkan uang itu dan tetap miskin, atau mengambil uang haram itu sebagai “dopamin” instan untuk semua masalah mereka?

Kekuatan Utama: ‘Chemistry’ yang Bukan Sekadar Gimmick

Poin pujian terbesar untuk film “Dopamin” (2025) tidak diragukan lagi adalah penampilan memukau dari duet Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon. Status mereka sebagai pasangan di dunia nyata terbukti bukan sekadar gimmick promosi belaka, melainkan telah menjadi “jiwa” yang menghidupkan keseluruhan cerita. Interaksi mereka sebagai Malik dan Alya terasa begitu mentah (raw), jujur, dan natural. Cara mereka berdebat soal krisis keuangan, gestur-gestur kecil saat dilanda kecemasan, hingga momen intim mereka, semuanya tersaji tanpa terasa kaku. Hasilnya, penonton tidak merasa sedang melihat Angga dan Shenina berakting; kita seolah sedang mengintip rumah tangga pasangan sungguhan yang berada di ambang kehancuran. Realisme inilah yang pada akhirnya membuat dilema moral dan tekanan finansial yang mereka hadapi terasa semakin menusuk dan personal bagi penonton.

Lebih Dalam dari Sekadar Uang: Cermin Retak Generasi Z

Apa yang benar-benar membedakan “Dopamin” dari film thriller “menemukan uang” lainnya adalah fungsinya sebagai komentar sosial yang tajam tentang kegelisahan generasi masa kini. Sutradara Teddy Soeriaatmadja berhasil memotret dengan sangat akurat berbagai kecemasan finansial yang relevan; mulai dari ketakutan akan PHK, tekanan berat quarter-life crisis, hingga tuntutan sosial untuk sukses secara finansial. Kondisi ini kemudian melahirkan sebuah dilema moral yang sangat relatable, memaksa penonton untuk bertanya pada diri sendiri, “Apa yang akan aku lakukan di posisi mereka?” Godaan untuk mengambil jalan pintas (uang haram) di tengah himpitan ekonomi terasa begitu nyata. Lebih dari itu, “Dopamin” dengan cerdas menunjukkan bagaimana krisis finansial tersebut dapat bermetastasis menjadi krisis kepercayaan, yang secara perlahan namun pasti menggerogoti hubungan paling intim sekalipun.

Uang adalah ‘Dopamin’ Sekaligus Racun Mematikan

Sesuai dengan judulnya yang provokatif, film ini secara cerdas mengeksplorasi konsep “dopamin” sebagai hormon kebahagiaan sesaat. Uang miliaran yang ditemukan Malik dan Alya awalnya berfungsi persis seperti itu: sebuah suntikan “dopamin” instan yang terasa seperti solusi ajaib untuk semua masalah keuangan dan stres mereka. Namun, film ini dengan perlahan tapi pasti menunjukkan bagaimana sensasi kebahagiaan itu berubah menjadi racun mematikan. “Dopamin” yang mereka kejar dengan cepat digantikan oleh paranoia, saling curiga, dan ketakutan yang merayap. Tensi dalam film ini tidak dibangun dari ancaman eksternal yang klise seperti hantu atau pembunuh bayaran, melainkan dari kehancuran psikologis yang terjadi dari dalam diri mereka sendiri, membuktikan bahwa “jalan pintas” tersebut memiliki harga yang jauh lebih mahal.

Apakah Film Dopamin Layak Ditonton?

Jawaban singkatnya adalah ya, sangat layak ditonton. “Dopamin” (2025) adalah sebuah film drama karakter yang dieksekusi dengan sangat baik dan berhasil melampaui premisnya yang familiar. Film ini adalah tontonan wajib, terutama jika Anda penggemar Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon, karena ini bisa dibilang salah satu penampilan terbaik mereka yang paling jujur. Film ini juga akan sangat memuaskan jika Anda menikmati drama psikologis yang slow-burn dan menegangkan, atau jika Anda merasa relatable dengan isu krisis finansial dan kegelisahan generasi muda saat ini. Namun, penting untuk menyesuaikan ekspektasi Anda: ini bukanlah film thriller penuh aksi kejar-kejaran, dan jelas bukan tontonan ringan feel-good. “Dopamin” adalah film “berat” yang dirancang untuk membuat Anda ikut stres dan gelisah, namun dengan cara yang sangat memuaskan secara sinematik.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments